Jambi, Rumah Sakit dilarang meminta uang muka atau deposit di awal saat ada kondisi darurat pasien. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 32 ayat 2 menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka dalam keadaan darurat.
Dalam kasus RS.Erni Medika diakui oleh pihak Rumah Sakit Erni Medika atas Permintaan uang 30 juta yang sebelumnya diakui oleh ibu korban Ulil Fadillah. Pihak RS menyampaikan kepada keluarga korban yang bernama Muhammad Bayu Prasetyo agar menyiapkan uang 30 juta untuk penanganan operasi padahal korban dalam keadaan koma.
Setelah 6 hari perawatan korban meninggal dunia.Selama perawatan, korban hanya mendapat penanganan jahit dan pembersihan luka. Deby membenarkan bahwa korban tidak dioperasi. Pihak RS mengklarifikasi soal uang Rp 30 juta yang diberi keluarga korban sebelumnya, adalah total dari rincian biaya penanganan dari rumah sakit.
“Nggak ada operasi. Pasien mendapatkan tindakan intensif gawat darurat, tindakan penjahitan, dan pembersihan luka. Uang Rp 30 juta itu untuk biaya keseluruhan pasien dari pertama kali hingga dinyatakan meninggal dunia dan pulang, keseluruhan biayanya Rp 30 juta,” kata Deby, Sabtu (24/5/2025).
Pihak RS Erni Medika berdalih uang Rp 30 juta yang diminta diawal itu sebagai deposito. Deposito itu, kata Deby, memang sudah menjadi standar operasional prosedur (SOP) pelayanan administratif pasien RS Erni Medika untuk pasien umum.
“Masalah biaya karena kita rumah sakit swasta makanya ada deposito dulu karena dari awal belum ada penjaminan. Uang itu yang kita gunakan untuk pengobatannya, jadi setelah pasien pulang baru kita rincikan total semuanya,” ujarnya.
Hal ini lah yang menjadikan pihak Rumah sakit Erni Medika diduga telah menyalahi peraturan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 32 ayat 2. Seharusnya RS.Erni Medika memberikan pertolongan pertama hingga pasien tertolong dan melakukan tindakan medis yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa pasien, baru kemudian mengurus masalah administrasi dan pembiayaan. Bahkan yang meminta uang 30 juta untuk operasi saat itu ialah seorang pria bernama Jon yang diketahui sebagai suami owner RS Erni Medika, bukan dari dokter atau perawat.
Untuk itu hal ini perlu dilaporkan awak media kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Cq. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan yang salah satunya bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap rumah sakit. Jika terjadi pelanggaran maka Kemenkes dapat memberikan sanksi administratif seperti teguran tertulis, denda, atau pencabutan izin rumah sakit.
(Tim)