Padang, ARN –– Sumatera Barat memiliki potensi yang besar, kelautan dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja.
“Daerah perairan kita memiliki potensi luar biasa yang harus bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat kelautan dan perikanan yang dihasilkan oleh nelayan, dengan pembudidaya ikan dari pelaku usaha perikanan lainnya wajib memelihara lingkungan, kelestarian dan ketersediaan sumberdaya ikan,” sambut Gubernur Sumbar dalam sambutan Rakor Pemerintahan Daerah.
Acara Rapat Koordinasi Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota
Se-Sumatera Barat dibuka langsung oleh Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah yang juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Sumbar, Ketua DPRD, Serta Anggota Forkopimda, Sekda Sumbar, Bupati/ Walikota se-Sumbar, para Staf Ahli, para Asisten, dan Kepala OPD di lingkungan Pemprov Sumbar dan Kepala OPD terkait di lingkungan Kabupaten/Kota se-Sumbar.
Pelaksanaan Rapat Koordinasi yang mengambil tema “Penguatan Sinergitas Program yang Terintegrasi Mewujudkan Petanian dan Kemaritiman yang Tangguh, Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan” yang digelar di Hotel Kryad Bumi Minang, Padang, Rabu (24/3/2021).
Rakor tersebut mewujudkan sinkronisasi dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat.
Sektor kemaritiman mempunyai karakteristik yang berbeda dengan sektor lain, khususnya sumberdaya perikanan laut yang pada hakekatnya tidak dapat dibatasi berdasarkan wilayah administrasi dan bersifat terbuka dalam pemanfaatannya. Sumberdaya perikanan laut tropis memiliki banyak spesies yang relatif terbatas jumlahnya.
“Saat ini nilai produksi perikanan laut WPP Sumbar berhasil dicapai sebesar 211.821,30 ton,” kata Mahyeldi Ansharullah.
Sehingga, usaha perikanan yang masih berpeluang untuk dikembangkan adalah untuk investasi skala menengah dan besar yakni penangkapan ikan tuna diperairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tanpa bersaing dengan nelayan tradisional di pinggir pantai.
Luas lahan perairan umum di Sumatera Barat sebesar 69.806,78 ha yang terdiri dari danau, sungai, telaga, rawa dan lain – lain dan tersebar pada 19 Kabupaten/Kota. Dari luas perairan umum tersebut diatas yang mempunyai potensi untuk perikanan budidaya adalah sebesar 3.100 ha. Semua lahan perairan umum tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk usaha penangkapan ikan dalam skala kecil dan baru sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan.
Secara garis besar potensi sumberdaya kelautan Sumbar dapat dibagi atas dua jenis potensi, yang pertama adalah sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) seperti hutan bakau (mangrove), terumbu karang, padang lamun, rumput laut, kawasan konservasi taman laut, dan pulau-pulau kecil.
Dan yang kedua sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources) seperti mineral dan bahan-bahan tambang yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal karena berbagai keterbatasan baik eksplorasi maupun eksploitasi.
Selain itu, juga terdapat berbagai macam potensi kelautan lainnya seperti pariwisata (wisata bahari), industri bahari, industri maritim, energi OTEC (Ocean Technologi Energy Convention) dan lain-lain.
“Saya berharap semoga kita dapat menghasilkan rumusan-rumusan kebijakan terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan produktifitas dibidang kemaritiman di Sumbar,” jelasnya.
Lanjut Mahyeldi menjelaskan terkait dalam pengembangan sektor pertanian merupakan salah satu strategi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang. Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, telah memunculkan kerisauan akan terjadinya keadaan rawan pangan di masa yang akan datang. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, terjadi pula peningkatan konsumsi per-kapita untuk berbagai jenis pangan, akibatnya Indonesiamembutuhkan tambahan ketersediaan pangan guna mengimbangi laju pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi.
“Untuk memenuhi kebutuhan beras dari produksi padi Sumbar tahun 2020 kita bisa mencapai sebesar 1,4 juta ton lebih gabah kering giling (GKG). Banyak tantangan yang harus kita dihadapi untuk mencapai sasaran produksi tersebut,” tuturnya.
Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya peningkatan produksi yang luar biasa.
Masih terdapatnya senjang hasil di areal yang selama ini sudah dimanfaatkan serta masih tersedianya areal pertanian dan lahan potensial yang belum termanfaatkan secara optimal seperti lahan kering, rawa, lebak, pasang surut, lahan sementara tidak diusahakan dan lainnya, merupakan peluang bagi peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi.
“Untuk itu, saya minta untuk potensi sumberdaya lahan ini harus dirancang dengan baik pemanfaatannya untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani, salah satunya melalui kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan peningkatan luas tanam (ekstensifikasi),” tegas Mahyeldi.
Dalam upaya peningkatan produksi padi, Mahyeldi mengarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) melalui penerapan teknologi tanam jajar legowo.
Gubernur Mahyeldi menekankan untuk seluruh kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) diwajibkan menerapkan teknologi tanam jajar legowo, sementara untuk kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) diharapkan dapat menerapkan teknologi tanam jajar legowo tersebut atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
Untuk mendukung penerapan teknologi tanam jajar legowo maka akan difasilitasi bantuan benih dan alat tanam atau alat bantu tanam lainnya kepada petani/kelompok tani/gapoktan/LMDH pelaksana kegiatan dan difasilitasi biaya pembuatan papan nama, kegiatan ubinan, gerakan tanam dan panen, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan evaluasi.
“Teknologi tanam sistem jarwo ini telah direkomendasikan oleh Balitbangtan sebagai salah satu paket teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) agar diterapkan petani, karena mampu memberikan keuntungan buat petani,” terangnya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat Warisan Budaya Takbenda Indonesia untuk Provinsi Sumbar tahun 2020, yakni;
1. Basafa, dari Kabupaten Padang Pariaman yang merupakan Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan.
Tradisi Basafa atau bersafar adalah aktivitas berziarah yang dilakukan oleh umat Islam di komplek makam Syekh Burhanuddin. Dinamakan dengan Basafa karena kegiatan ini hanya dilaksanakan pada bulan Safar tahun hijriyah dan bertepatan dengan meninggalnya Syekh Burhanuddin yang jatuh pada hari Rabu 10 Syafar tahun 1116H atau 1704M di Ulakan
2. Marosok yang diusulkan dari Kabupaten Sijunjung.
Marosok merupakan tradisi dalam jual beli hewan ternak yang telah berlangsung sejak beberapa menciptakan masyarakat Minang, yang dapat ditemukan hampir disetiap sentral ternak di Sumatera Barat.
3. Uma usulan dari Kepulauan Mentawai.
Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional Domain Uma adalah hunian tradisional masyarakat Mentawai yang paling utama, pusat kehidupan sekaligus identitas, baik sosial maupun spiritual, dan jati diri masyarakat.
4. Tari Balanse Madam dari Kota Padang.
Tari tradisional yang terdapat dari Seberang Palinggam Kota Padang yang menjadi milik warisan dari suku Nias, berupa peninggalan budaya turun menurun dalam masyarakat suku Nias berada di Seberang Palinggam Kota Padang.
5. Pacu Jawi yang diusulkan dari Kabupaten Tanah Datar.
Tradisi Pacu Jawi merupakan permainan yang bersifat menghibur yang diselenggarakan selepas panen padi berupa memacu pasangan sapi disawah yang berair dan berlumpur. Dilaksanakan setiap tahunnya. Pacu Jawi telah ada sejak beratus-ratus tahun yang lalu, awalnya Pacu Jawi dimulai disebuah nagari yaitu Nagari Tuo (desa tua) Pariangan Kabupaten Tanah Datar.
6. Pacu Itiak yang diusulkan dari Kota Payakumbuah.
Tradisi Pacu Itiak salah satu tradisi yang digemari oleh masyarakat di Kota Payakumbuh. Tradisi ini menimbulkan semacam pembelajaran nilai budaya contoh kejujuran, patriotisme, persaingan, harmonis kerjasama dan hiburan.
Pacu Itiak ini terdapat di Kelurahan Aur Kuning Kecamatan Payakumbuh Selatan, Kota Payakumbuh dan Sikabo – Kabu Lima Puluh Kota.
7. Mato dari Provinsi Sumatera Barat.
Sistem Bagi Hasil Rumah Makan Minang Sistem Mato pada Rumah Makan Padang memiliki makna dan filosof pertama, badunsanak dimana sepenanggungan (rasa kebersamaan dan kekeluargaan), menciptakan saling terbuka, saling percaya, saling menjaga dan seiya sekata dengan pola “kebangkitan samo awak” dalam pengembangan suatu usaha yang dikelola. Dalam manajemen rumah makan Minang mereka memiliki rasa senasib.
8. Baju Kuruang Basiba usulan dari Provinsi Sumatera Barat.
Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional Pengusul Baju Kuruang Basiba merupakan pakaian adat perempuan Minangkabau di Sumatera Barat dengan khas itu dapat dilihat pada bentuknya yang longgar atau lapang panjangnya sampai ke batas lutut, mempunyai siba, kikik pada ketiak, lengannya panjang sampai ke pergelangan tangan, leher tanpa kerah dan bagian depan sedikit dibelah sebatas dada.
Baju ini hampir selalu dipakai dalam kehidupan keseharian, perempuan Minang ataupun dalam upacara-upacara adat tradisional Minangkabau.
“Untuk itu, saya berharap agar budaya Minangkabau ini dapat dikenal hingga dunia internasional, jangan sampai hilang ataupun diambil oleh negara lain,” tutupnya.
/Rel