Selain menyadarkan pengguna Vtube, satu hal lain yang sangat sulit atau bahkan mustahil dilakukan ialah berhenti memikirkan nasib dihari depan.
Bagaimana tidak? Segala kenyataan yang terkandung di dalam kehidupan ini, dari hari ke hari rasanya semakin entah saja. Terlebih bagi seseorang yang telah hidup selama hampir 20 musim penghujan. Krusial sekali. Ada banyak rencana-rencana baik yang harus dimatangkan dari waktu ke waktu, juga ada banyak ekspektasi yang harus mulai diwujudkan satu persatu. Hanya saja, seluruh itu akan sirna dengan seketika tatkala kita bertanya pada diri sendiri, “Apa aku mampu?”
Aku misalnya, Aji Itasda, adalah lelaki yang sudah 20 tahun hidup namun masih kesulitan memahami bagaimana cara kerja waktu. Cara kerja proses. Miris memang, diantara tubuhku yang menyimpan banyak kemauan, diantara otakku yang selalu riuh oleh hingar bingar beban pikiran, ternyata masih terselip tanya bagaimana caraku akan mewujudkan segala keinginan. Sudah. Aku sudah bekerja paruh waktu, melakukan ini dan itu, menggunakan cara begini dan begitu, mempelajari dan menerapkan beragam metode ilmu (baik yang diajarkan oleh kehidupan ataupun hasil pengalaman) tapi tetap saja aku selalu stuck. Mandeg. Semua nyaris berakhir sama. Hidup yang begitu-begitu saja.
Sebab diliputi kebimbangan, aku kerapkali bertanya kepada teman yang seumuran, apakah mereka juga merasakan hal yang sama? Apakah diusia 20-an hidup memang terasa entah bagaimana? Dan Boom! Mayoritas laki-laki menjawab sama. Tapi sedikit kacau. Karena meski merasa sama, anehnya kebanyakan dari mereka santai-santai saja.
” Selagi pekerjaan sekarang bisa mencukupi kebutuhan hari ini dan esok, hidup akan baik-baik saja ,” Kata mereka menenangkanku.
Dan pada akhirnya, entah bagaimana ceritanya, takdir Tuhan mempertemukanku dengan sebuah buku karya A.N Ubaedy yang berjudul “Interpersonal Skill”, ada sebuah kutipan didalamnya yang berbunyi, “Jika orang yang kamu kenal masih sama, kemungkinan besar nasibmu juga masih sama.” Plak! Seisi hati rasanya seperti ditampar kenyataan berkali-kali. Aku malu. Malu sekali. Bukan pada orang lain. Tapi dengan diri sendiri. Sekonyol inikah aku?
Lalu kusadari, aku harus segera pergi dari sini. Pergi kemana saja. Mencari teman, mencari jalan, mencari peluang, mencari dan mempelajari hal-hal baru yang belum pernah aku temukan. Dan lihatlah sekarang, hanya bermodal satu tas pakaian, aku nekat mulai berpetualang. Sebab memanglah begitu, lelaki adalah calon pemimpin, setidak-tidaknya memimpin keluarga. Maka merantaulah, sebab itu bukan pilihan, melainkan kewajiban. Semakin banyak teman, semakin banyak peluang, dan akan semakin terlatih (pula) kemampuan. Takut? Please, jangan! Anjing di jalanan saja hidup, masa manusia nggak? Mari berpetualang dan lihat apa yang akan terjadi di hari depan.
(bersambung)
Penulis: Aji Itasda, Penyair dan saat ini sedang berpetualang menjajal kemampuan diri berkeliling kota-kota di Sumatra.