Simpang Ampek, AndalasRayaNews – Terkait pengangkatan lima orang Plt. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pasaman Barat, Syafri Yunaldi, SH yang merupakan Advokat & Konsultan Hukum asal Talu, ikut menanggapi keputusan Bupati Pasaman Barat tersebut.
Pasca dilantiknya Bupati/Walikota dan pasangannya diseluruh Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 26 Februari 2021, maka secara Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, telah menyebutkan bahwa kepala daerah yang baru dilantik tidak boleh melakukan pengangkatan pejabat struktural, rotasi & mutasi pejabat/ASN dilingkungan pemerintah daerah kecuali ada suatu kondisi yang bersifat urgen seperti meninggal dunia, dikenakan pidana berdasarkan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat atau terjadi kekosongan jabatan di organisasi perangkat daerah yang sangat menganggu stabilitas perjalanan roda pemerintahan.
Mengenai regulasi larangan tersebut Syafri menyebutkan bahwa tujuan dari larangan tersebut bertujuan agar tidak terjadi tindakan kesewenang-wenangan oleh kepala daerah baru kepada ASN yang menduduki jabatan di OPD karena sebab tidak ikut sebagai partisipan dalam pilkada dan lain sebagainya. Tentunya pelaksanaan mutasi dan rotasi ini bukan lagi berdasarkan kemampuan dalam pengelolaan tata pemerintahan tapi lebih cendrung terhadap dendam politik (like and dislike)
Mengenai pengangkatan 5 Plt Organisasi Perangkat Daerah dilingkungan Pemerintah Pasaman Barat, Syafri menyebutkan bahwa langkah yang sudah ditempuh oleh Bupati Pasaman Barat, itu sah-sah saja menurut hukum yang berlaku karena ada kekosongan jabatan struktural yang dianggap penting untuk membantu jalannya roda pemerintahan di Pasaman Barat yang lebih baik. Sehingga Bupati melakukan pengangkatan PLT OPD tersebut asalkan dalam proses pengangkatannya sudah mendapatkan persetujuan dari menteri terkait. Hal itu sudah disebutkan dalam Pasal 162 ayat (3)
“Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.”
Di samping itu Syafri juga menyampaikan bahwa persoalan mutasi dan rotasi itu bukan lagi hal yang baru dalam birokrasi pemerintahan tapi sudah menjadi dinamika rutin, terpenting prosesnya dibenarkan oleh peraturan yang berlaku. Setelah lewat (enam) bulan jabatan bupati tentu akan terjadi mutasi dan rotasi lagi dalam hal itu diharapkan agar bupati selalu berhati-hati dan patuhi semua regulasi menyangkut mutasi dan rotasi dilingkungan Pemkab sebab jika tidak sesuai dengan ketentuan hukum maka terhadap mutasi & rotasi yang dilakukan bisa dikenakan sanksi administrasi dan atau pidana dikemudian hari (in konstitusional).[]