Basril Basyar Geram! Terjadinya Diskriminatif Open House Gubernur Sumbar

banner 468x60

 

ARN–Padang – 9 APRIL 2025 – Idul Fitri adalah momen silaturrahmi penuh kehangatan, saling membuka pintu maaf dengan berjabat tangan, hati yang jerni. Pintu-pintu rumah dibuka selebar-lebarnya untuk sanak saudara, handai taulan dan juga karib kerabat serta mitra kerja, tidak terkecuali gerbang rumah dinas Gubernur Sumatera Barat Selasa (1/4) mengadakan open hause bersama sejumlah jurnalis dan warga kota Padang.

 

Niat tulus mereka untuk bertatap muka, bersalaman, dan menjalin keakraban dengan pemimpin mereka, Gubernur H. Mahyeldi Ansharullah, kandas di hadapan barikade petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kisah pilu ini diungkapkan dengan nada getir oleh Fal Sanar, seorang jurnalis yang sehari-hari bertugas di kota Padang.

 

Harapan untuk mengabadikan momen kebersamaan dan membangun kedekatan antara pemimpin dan rakyat sirna begitu saja di depan penghalang yang tak terduga dengan alasan ‘pembatasan tamu atas instruksi atasan’. bagai petir di siang bolong, terasa begitu sumbang di telinga mereka yang datang dengan hati bersih dan niat baik. Ironi semakin mencubit kalbu ketika sebagian rekan sejawat jurnalis lainnya, diduga karena memiliki akses khusus, tampak leluasa melenggang masuk, meninggalkan tanya besar tentang keadilan di hari yang suci ini.

 

“Sungguh menyakitkan,” ujar Fal Sanar dengan nada lirih, diamini oleh Dodi Indra, rekan jurnalis lainnya yang turut menyaksikan langsung kejadian tersebut. Dodi bahkan melihat seorang ibu yang menggendong bayi mungil berusia dua minggu, dengan polosnya datang untuk bersilaturahmi, harus menerima penolakan dengan alasan yang sama: pembatasan. Pemandangan ini tentu saja menambah pilu suasana Lebaran yang seharusnya penuh suka cita. Seolah di negeri beradat ini sekat antara pemimpin, rekan kerja dan masyarakatnya nyata adanya.

 

Dengan suara bergetar menahan tangis dan harga diri, ibu itu berseru lirih, “Saya datang ke istana karena tiap tahun biasanya ada open house untuk masyarakat umum. Saya bukan pengemis dan bukan meminta-minta, pak. Saya hanya ingin bertemu dengan Pak Gubernur.” Kata Santi, seorang ibu yang menggendong anaknya.

 

Di tengah riak kekecewaan yang mulai menyebar di kalangan awak media dan masyarakat, suara lantang namun penuh keprihatinan datang dari tokoh pers senior Sumatera Barat, Dr. Ir. H. Basril Basyar, MM. Sosok yang dikenal dengan dedikasinya terhadap dunia jurnalistik dan merupakan penerima penghargaan Pers Card Number One serta Ketua Dewan Pembina Kolaborasi Jurnalis Indonesia (KJI) ini, tak mampu menyembunyikan kegeramannya atas insiden yang mencoreng citra keterbukaan.

 

“Sungguh keterlaluan! Harusnya memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan pelarangan terhadap jurnalis maupun masyarakat yang hendak berkunjung dan bersilaturahmi dengan Gubernur di hari Fitri ini adalah tindakan yang sangat melukai dan tidak mesti ada pelarangan itu.” kata Basril Basyar.

 

Bagi Basril Basyar, insiden ini bukan sekadar persoalan diperbolehkan atau tidak diperbolehkan masuk ke rumah dinas. Lebih dari itu, kejadian ini adalah cerminan yang menyedihkan tentang bagaimana posisi pers dan masyarakat dipandang oleh seorang pemimpin, yang semestinya rumah dinas itu adalah rumah rakyat.

 

“Tindakan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa Gubernur Sumbar tidak menganggap jurnalis sebagai mitra strategis yang memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik,” ungkapnya dengan nada prihatin.

 

Ia sangat menyayangkan momen Idul Fitri yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempererat hubungan yang harmonis antara pemerintah dan pers, justru ternodai oleh kebijakan yang menciptakan sekat dan jarak. “Di hari yang fitri ini, alih-alih mempererat tali silaturahmi yang sudah terjalin, justru tercipta jurang pemisah yang seharusnya tidak perlu ada,” imbuhnya dengan nada kecewa.

 

Lebih jauh, Basril Basyar mengingatkan kembali betapa fundamentalnya peran media dan jurnalis dalam sebuah negara hukum dan demokratis. Mereka adalah pilar penting yang berfungsi sebagai penyambung lidah masyarakat dan pengawas jalannya pemerintahan. Mereka bukanlah tamu tak diundang yang kehadirannya bisa dibatasi sesuka hati, terlebih dalam acara yang bersifat publik seperti open house seorang kepala daerah.

 

Berbanding terbalik pada open house yang diselenggarakan oleh Ketua DPRD Sumbar, H. Muhidi. Di sana, pintu rumah terbuka lebar-lebar, menyambut setiap tamu yang datang dengan senyum hangat dan keramahan yang tulus. Kehangatan dan keterbukaan yang terasa nyata di sana semakin mempertajam luka kekecewaan yang dirasakan oleh para jurnalis dan warga di Rumah Dinas Gubernur Sumbar yang notabene seorang buya.

 

Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Pimpinan Pemprov Sumbar, Mursalim, yang membantah adanya pembatasan tamu. Namun, bagi Basril Basyar dan mereka yang merasakan langsung penghadangan di gerbang rumah dinas, sanggahan tersebut terasa sulit diterima dan justru semakin mengaburkan esensi permasalahan yang sebenarnya: hilangnya esensi keterbukaan dan kemitraan yang seharusnya dijunjung tinggi.

 

Karena itu, Basril Basyar tak hanya berhenti pada kecaman yang terasa pedih. Ia menaruh harapan besar agar insiden yang melukai hati ini tidak dianggap sebagai angin lalu dan segera mendapatkan perhatian yang serius. “Saya sangat berharap agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penghalangan jurnalis dan masyarakat di acara open house Gubernur dapat ditindaklanjuti secara maksimal,” ujarnya dengan nada penuh harap.

 

Lebih dari sekadar mencari siapa yang bersalah, kejadian ini adalah seruan mendalam agar kehormatan profesi jurnalis dijaga dengan baik dan fungsi media sebagai mitra strategis pemerintah benar-benar dihayati dan diamalkan dalam tindakan nyata, bukan hanya sekadar retorika belaka.**

 

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60